Senin, 04 Januari 2016

jangan jadi Remmah

 ENDAQ JERI BEWET

Berbicara tentang bewet, apa sih bewet itu ?
Bewet yang dalam bahasa indonesianya di sebut Remmah ialah nasi yang jatuh, nasi yang menempel di pipi, atau nasi yang menempel di kaki.
Pada dasarnya di dalam satu piring nasi itu terdapat satu keberkahan yang tersimpan di antara bongkahan - bangkahan kecil nasi tersebut, namun jarang kita menyadari hal itu sehingga syaitan berusaha keras untuk menyingkirkan nasi yang mengandung keberkahan dengan cara menjatuhkannya, sehingga lahirlah istilah baru yaitu bewet atau remah yang apabila sudah jatuh maka kita akan enggan untuk memungutnya apalagi untuk memakannya. Adapun bewet atau remah itu di tinjau dari segi kehadirannya di tengah-tengah kita, dapat di katakan sangatlah mengganngu dan merusak suasana, di antaranya: pertama bewet atau remah itu dapat menghambat jalan kita apabila bewet atau remmah itu lengket di telapak kaki kita, yang kedua kalaupun bewet atau remmah itu tidak menempel di tapak kaki kita paling tidak bewet atau remah itu akan kita sapu bersih dari lantai (dibuang), yang ketiga kalaupun bewet atau remmah itu sudah terbuang paling tidak bewet atau remmah itu bisa mengganggu mahluk yang lain entah dengan baunya yang mulai membusuk atau karna menempel dan lengket di kaki orang yang menginjaknya. Maka dari itu janganlah menjadi bewet atau remmah.
Sahabat mahasiswa
 pada dasarnya di dalam diri sahabat sudah tersimpan potensi yang luar biasa, maka potensi yang luar biasa itu akan menjadi lebih hebat lagi apabila sahabat mampu mengenali dan menggali potensi yang sahabat miliki sampai ke akar-akarnya hingga menjadi karakter yang positif bagi sahabat. Maka dari pada itu semuanya kembali kepada sahabat, potensinya mau di kembangkan atau mau menjatuhkan diri menjadi pengganngu, perusak dan golongan orang terbuang layaknya bewet atau remmah.
Sahabat Mahasiswa
Apapun kesan sahabat terhadap kampus ini begitulah kesan orang kepada sahabat dan , jika baik kesan yang sahabat berikan kepada orang tentang kampus maka baik pula kesan orang kepada kampus dan juga sahabat, jika buruk kesan yang sahabat berikan terhadap orang tentang kampus maka buruk dan rusak pula kesan orang terhadap kampus dan juga sahabat. pemimpin tidak bisa merancang sebuah program apabila sahabat selaku mahasiswa tidak mengetahui apa potensi yang sahabat miliki , apa kemampuan yang sahabat miliki, apa  kontribusi yang sahabat sumbangkan untuk kampus dan sejauh mana sahabat bersinerji dengan sesama mahasiswa. Maka dari itu apabila sahabat banyak mengeluh dengan kondisi kampus maka mulailah bergerak untuk merubah kondisi tersebut baik dangan cara menulis, berdiskusi dengan teman, atau sekedar curhat kecil-kecilan bersama sahabat dekat dan banyak lagi cara yang lebih praktis untuk menentukan siapa diri kita apakah kita termasuk orang yang ( Apatis, pragmatis, akademis, organisatoris, aktifis) ataukah mahasiswa yang hanya datang, duduk, diam, dan romantisan ? semoga kehadiran kita di kampus tercinta ini memiliki kesan yang luar bisa.
                                                                                                             
                                                                       

Rabu, 16 September 2015

filsafat iqra'


FILSAFAT IQRA’ 
FIRMAN ALLAH SWT PADA SURAH AL-ALAQ :1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,4. yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam,5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.(Al-‘alaq : 1-5)Surah ini disepakati turun di Mekah sebelum Nabi berhijrah, bahkan hampir semua ulama sepakat bahwa wahyu al-Qur’an pertama yang diterima Nabi Muhammad SAW adalah lima ayat pertama surat al-‘Alaq. Thabathaba’i menulis bahwa dari konteks uraian ayat-ayatnya tidak mustahil bahwa keseluruhan ayat-ayat surat ini turun sekaligus. Sedang Thahir Ibn ‘Asyur menyatakan bahwa lima ayatnya yang pertama turun pada tanggal tujuh belas Ramadhan. Pendapat ini dianut oleh banyak ulama.ASBABUN NUZUL :Untuk lima ayat wahyu pertama ini, kami telah berusaha untuk mendapatkan asbabun nuzulnya, namun karena terbatasnya literatur, kami tidak menemukan asbabun nuzulnya.TAFSIR MUFRADAT :1. Kata iqra’ yang terambil dari kata qara’a pada mulanya berarti “menghimpun”. Apabila seseorang merangkai huruf atau kata kemudian seseorang itu mengucapkan rangkaian tersebut, seseorang tersebut telah menghimpunnya atau, dalam bahasa Al-Quran, qara’a atau qiratan. Arti asal kata ini menunjukan bahwa iqra’, yang diterjemahkan dengan “bacalah”, Di dalam kamus-kamus bahasa, beraneka ragam arti dari kata tersebut antara lain menyampaikan, menelaah, membaca, mendalami, meneliti, mengetahui cirri-cirinya, dan sebagainya, yang kesemuanya dapat dikembalikan kepada hakikat “menghimpun” yang merupakan arti akar tersebut.2. Iqra’ bismi Rabbik, huruf ba’ pada kata bismi dapat dipahami berfungsi penyertaan atau mulabasah sehingga dengan demikian ayat tersebut berarti “bacalah disertai dengan nama Tuhanmu”. Dengan kalimat tersebut, Alqur’an tidak sekedar memerintahkan untuk membaca, tetapi membaca adalah lambang dari segala apa yang dilakukan oleh manusia, baik yang sifatnya aktif maupun pasif.3. Kata al-insan berarti manusia, kata ini menggambarkan manusia denan berbagai keragaman sifatnya. Kata ini berbeda dengan kata basyar yang juga diterjemahkan dengan manusia, tetapi mengandung makna yang lebih banyak yaitu mengacu kepada manusia dari segi fisik serta nalurinya yang tidak berbeda antara seseorang manusia dengan manusia lain.4. Kata ‘alaq, dalam kamus bahasa Arab diartikan sebagai segumpal darah, tetapi ada juga yang memahaminya dalam arti sesuatu yang tergantung didinding rahim. Dari arti yang ini kata ‘alaq dipahami sebagai berbicara tentang sifat manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tetapi selalu bergantung dengan yang lain.5. Kata al-akram, bisa diterjemahkan dengan yang mahal, paling pemurah atau semulia-mulia. Kata ini terambil dari kata karama yang antara lain berarti : memberikan dengan mudah dan tanpa pamrih, bernilai tinggi, terhormat, mulia, setia dan sifat kebangsawanan.6. Kata al-qalam terambil dari kata kerja qalama yang berarti memotong ujung sesuatu. Kata qalam disini dapat berarti hasil dari penggunaan alat yang berupa pena, yaitu tulisan.TAFSIR AYAT :اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَDalam hadis sahih riwayat Bukhari dinyatakan bahkan Nabi SAW. datang ke gua Hira’, suatu gua yang terletak di atas sebuah bukit di pinggir kota Mekah untuk berkhalwat beberapa malam. Kemudian sekembali beliau pulang mengambil bekal dari rumah istri beliau, Khadijah, datanglah jibril kepada beliau dan menyuruhnya membaca.Nabi menjawab: “Aku tidak bisa membaca” Jibril merangkulnya sehingga Nabi merasa sesak nafas. Jibril melepaskannya; sambil berkata: “Bacalah”. Nabi menjawab: “Aku tidak bisa membaca”. Lalu. dirangkulnya lagi dan dilepaskannya sambil berkata: “Bacalah”. Nabi menjawab: “Aku tidak bisa membaca” sehingga Nabi merasa payah, maka Jibril membacakan ayat 1 sampai ayat 5 surah Al `Alaq.Lalu Nabi SAW. dengan gemetar dan ketakutan pulang menemui istri beliau dan mengatakan: “Selimutilah aku! Selimutilah aku!”. Nabi terus diselimuti sehingga hilanglah kegelisahannya. Lalu beliau menceritakan kepada Khadijah apa yang terjadi dan beliau menambahkan: “Aku sangat khawatir apa yang akan terjadi atas diriku” Khadijah berkata: “Tak usah khawatir; malah seharusnya engkau gembira; demi Allah, sekali-kali Tuhan tidak akan menyusahkanmu. Engkau menghubungkan silaturrahmi, berbicara benar. membantu orang-orang yang tidak mampu, menghormati tamu dan meringankan kesulitan-kesulitan penderita”.Kemudian Khadijah membawa Nabi SAW. menemui Waraqah bin Naufal (anak paman Khadijah). Waraqah bin Naufal adalah seorang beragama Nasrani. Ia banyak menulis buku yang berbahasa Arab dan bahasa Ibrani yang berasal dari Injil. Ia adalah seorang tua lagi buta.Khadijah berkata kepadanya: “Wahai anak pamanku, dengarlah cerita dari anak saudaramu ini!”. Lalu Waraqah bertanya: “Apakah yang ingin engkau ketahui wahai anak saudaraku?”. Lalu Nabi SAW. menceritakan kepadanya apa yang telah terjadi di gua Hira’. Kemudian Waraqah berkata: “Itu adalah Jibril yang pernah datang menemui Isa A.S.; sekiranya saya ini seorang pemuda yang tangkas dan kiranya saya masih hidup ketika kaummu mengusirmu”, maka Nabi bertanya: “Apakah mereka akan mengusir aku?”. Jawab Waraqah: “Ya! hanya sedikit yang mengemban apa yang engkau bawa ini dan banyak yang memusuhinya, maka jika aku masih kuat hidup di waktu itu pasti aku akan membantumu sekuat-kuatnya”. Tidak lama sesudah itu Waraqahpun meninggal dunia. (HR. Imam Bukhari dan Muslim)Berdasarkan hadis tersebut jelaslah bahwa lima ayat pertama surah Al `Alaq ini adalah ayat-ayat Alquran yang pertama kali diturunkan sebagai rahmat dan panggilan Allah yang pertama kali yang dihadapkan kepada Nabi SAW. Allah menyuruh Nabi agar membaca sedang beliau tidak pandai membaca dan menulis, maka dengan kekuasaan Allah ini beliau dapat mengikuti ucapan Jibril. Dan Allah akan menurunkan kepadanya suatu Kitab yang akan menjadi petunjuk bagi manusia. Maksudnya, bahwa Allah yang menjadikan dan menciptakan seluruh makhluk Nya dari tidak ada kepada ada, sanggup menjadikan Nabi-Nya pandai membaca tanpa belajar.Iqra’ atau perintah membaca, adalah kata pertama dari wahyu pertama yang diterima oleh Nabi Muhammad saw. Kata ini sedemikian pentingnya sehingga diulang dua kali dalam rangkaian wahyu pertama. Mungkin mengherankan bahwa perintah tersebut ditujukan pertama kali kepada seseorang yang tidak pernah membaca suatu kitab sebelum turunnya Al-Quran, bahkan seorang yang tidak pandai membaca suatu tulisan sampai akhir hayatnya, sebagaimana firman Allah yang artinya:dan kamu tidak pernah membaca sebelumnya (Al Quran) sesuatu Kitabpun dan kamu tidak (pernah) menulis suatu kitab dengan tangan kananmu; andaikata (kamu pernah membaca dan menulis), benar-benar ragulah orang yang mengingkari(mu). (QS 29:48),Namun, keheranan ini akan sirna jika disadari arti iqra’ dan disadari pula bahwa perintah ini tidak hanya ditujukan kepada pribadi Nabi Muhammad saw semata-mata, tetapi juga untuk ummat manusia sepanjang sejarah kemanusiaan, karena realisasi perintah tersebut merupakan kunci pembuka jalan kebahagiaan hidup duniawi dan ukhrawi.Iqra’ demikian perintah Tuhan yang disampaikan oleh Jibril. Tetapi apa yang harus dibacanya? “Ma aqra?” demikian pertanyaan Nabi- dalam suatu riwayat- setelah berulang-ulang kali Jibril menyampaikan perintah tersebut sambil merangkul beliau, sebagaimana cerita dalam hadist diatas.Kita tidak menemukan penjelasan tentang objek perintah membaca tersebut dari redaksi wahyu pertama ini, dan karena itu ditemukan beraneka ragam pendapat para ahli tafsir.Arti kata Qara’a dan Pentingnya Membaca.Didalam Al-Quran arti kata Qara’a terulang tiga kali, masing-masing pada:“Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini sebagai penghisab terhadapmu”. (Q.S. 17 : 14)“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan”(Q.S. 96 : 1)“Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah (Q.S. 96 : 3)Sedangkan kata jadian dari akar kata tersebut, dalam berbagai bentuknya, terulang sebanyak 17 kali selain kata Al-Quran yang terulang sebanyak 70 kali.Jika diamati objek membaca pada ayat-ayat yang menggunakan akar kata qara’a ditemukan bahwa ia terkadang menyangkut suatu bacaan yang bersumber dari Tuhan (QS 17:45 dan 10:94) dan terkadang juga objeknya adalah suatu kitab yang merupakan himpunan karya manusia atau dengan kata lain bukan bersumber dari Allah (QS 17:14).Di sini, ditemukan perbedaan antara membaca yang menggunakan akar kata qara’a dengan membaca yang menggunakan akar kata tala tilawatan, di mana kata terakhir ini digunakan untuk bacaan-bacaan yang sifatnya suci dan pasti benar (QS 2: 252 dan 5:27).Di lain segi, dapat dikemukakan suatu kaidah bahwa suatu kata dalam susunan redaksi yang tidak disebutkan objeknya, maka objek yang dimaksud bersifat umum, mencakup segala sesuatu yang dapat dijangkau oleh kata tersebut. Dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa karena kata qara’a digunakan dalam arti membaca, menelaah, menyampaikan dan sebagainya, dan karena objeknya tidak disebut sehingga bersifat umum, maka objek kata tersebut mencakup segala yang dapat terjangkau baik bacaan yang suci yang bersumber dari Tuhan maupun yang bukan, baik yang menyangkut ayat-ayat yang tertulis maupun yang tidak tertulis, sehingga mencakup telaah terhadap alam-raya, masyarakat dan diri sendiri, ayat suci Al-Quran, majalah, koran, dan sebagainya.Objek qira’at yang sedemikian luas itu, memang dapat sedikit menyempit apabila hanya dilihat dari dirangkaikannya perintah membaca dengan qalam, baik pada ayat keempat wahyu pertama maupun pada ayat kedua wahyu kedua yang menggunakan salah satu huruf alpabet (Surah Al-Qalam). Namun, harus diingat bahwa sekian pakar tafsir kontemporer memahami kata qalam sebagai segala macam alat tulis-menulis sampai kepada mesin-mesin tulis dan cetak yang canggih, dan juga harus diingat bahwa qalam bukan satu-satunya alat atau cara untuk membaca atau memperoleh pengetahuan.Perintah membaca, menelaah, meneliti, menghimpun, dan sebagainya dikaitkan dengan “bi ismi rabbika” (“dengan nama Tuhanmu”). Pengaitan ini merupakan syarat sehingga menuntut dari si pembaca bukan saja sekedar melakukan bacaan dengan ikhlas, tetapi juga antara lain memilih bahan-bahan bacaan yang tidak mengantarkannya kepada hal-hal yang bertentangan dengan “nama Allah” itu.Demikianlah, Al-Quran secara dini menggarisbawahi pentingnya “membaca” dan keharusan adanya keikhlasan serta kepandaian memilih bahan-bahan bacaan yang tepat.خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍDalam ayat ini Allah mengungkapkan cara bagaimana ia menjadikan manusia, yaitu manusia sebagai makhluk yang mulia dijadikan Allah dari sesuatu yang melekat dan diberinya kesanggupan untuk menguasai segala sesuatu yang ada di bumi ini serta menundukkannya untuk keperluan hidupnya dengan ilmu yang diberikan Allah kepadanya. Dan Dia berkuasa pula menjadikan insan kamil di antara manusia, seperti Nabi SAW. yang pandai membaca walaupun tanpa belajar.اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُPerintah membaca kedua ditemukan sekali lagi dalam wahyu pertama. Tetapi kali ini, perintah tersebut dirangkaikan dengan wa rabbuka al-akram. Ayat ini antara lain merupakan dorongan untuk meningkatkan minat baca.Dalam Al-Quran hanya dua kali ditemukan kata al-akram yaitu pada ayat ke-3 surah Al-A’laq dan pada ayat ke-13 surah Al-Hujarat, yaitu “Inna akramakum ‘ind Allah atqakum”. Kata akram biasanya diterjemahkan dengan “Maha Pemurah” atau “Semulia-mulianya”. Untuk memahami lebih jauh arti yang sebenarnya dari kata akram, sewajarnya kita kembali kepada akar katanya yaitu karama yang menurut kamus-kamus bahasa Arab antara lain berarti memberikan dengan mudah dan tanpa pamrih, bernilai tinggi, terhormat, mulia, setia, dan kebangsawanan.Dalam Al-Quran ditemukan kata karim terulang sebanyak 27 kali. Kata tersebut menyifati 13 hal yang berbeda-beda, seperti qawl (ucapan), rizq (rezeki), zawj (pasangan), malak (malaikat), zhil (naungan), kitab (surat), dan sebagainya. Tentunya, pengertian yang dikandung oleh sifat karim dalam ayat yang berbeda-beda di atas harus disesuaikan dengan subjek yang disifatinya. Kata karim pada qawl mengandung maksud ucapan yang baik, indah terdengar, benar susunan dan kandungannya, mudah dipahami serta menggambarkan segala sesuatu yang ingin disampaikan pembicara. Sedangkan kata karim dan akram digunakan oleh Al-Quran untuk menggambarkan segala sesuatu yang terpuji menyangkut subjek yang disifatinya.Kembali kepada “Rabbuka Al-Akram”, yang disifati di sini adalah “Rabb” Tuhan Pemelihara. Apakah kata akram yang berbentuk superlative ini akan dibatasi pengertiannya dalam suatu hal tertentu? Jawabannya adalah tidak. Apalagi ayat ini adalah satu-satunya ayat di dalam Al-Quran yang menyifati Tuhan dalam bentuk tersebut dari kata karim. “Wa Rabbuka al-akram” mengandung pengertian bahwa Dia (Tuhan) dapat menganugerahkan puncak dari segala yang terpuji bagi segala hambanya yang membaca. Tentunya, kita sebagai mahluk tidak dapat menjangkau betapa besar “Karam” Tuhan. Bagaimanakah mahluk yang terbatas ini dapat menjangkau sifat Tuhan Yang Mahamutlak dan tidak terbatas itu? Namun demikian, sebagian darinya dapat diungkapkan sebagai berikut:“Bacalah, Tuhanmu akan menagugerahkan dengan karam-Nya (kemurahan-Nya) pengetahuan tentang apa yang engkau tidak ketahui.”“Bacalah dan ulangi bacaan tersebut walaupun objek bacaan sama, niscaya Tuhanmu dengan karam-Nya akan memberikan pandangan/ pengertian baru yang tadinya engkau belum peroleh pada bacaan pertama dalam objek tersebut.”“Bacalah dan ulangi bacaan, Tuhanmu akan memberikan kepadamu manfaat yang banyak yang tidak terhingga karena Dia Akram (memiliki segala macam kesempurnaan).”Di sini kita dapat melihat perbedaan antara perintah membaca pada ayat ketiga. Yakni, yang pertama menjelaskan syarat yang harus dipenuhi seseorang ketika membaca, sedangkan perintah keduaAllah dalam ayat ketiga ini menjanjikan bahwa pada saat seseorang membaca ”demi karena Allah”, maka Allah akan menganugerahkan kepadanya ilmu pengetahuan, pemahaman-pemahaman, wawasan-wawasan baru walaupun yang dibacanya itu-itu juga. Apa yang dijanjikan ini terbukti secara sangat jelas dalam “membaca” ayat Al-Quran yaitu dengan adanya penafsiran-penafsiran baru atau pengembangan-pengembangan pelbagai pendapat dari yang telah pernah dikemukakan. Hal ini terbukti pula dengan sangat jelasnya dalam “pembacaan” alam raya ini, dengan bermunculannya penemuan-penemuan baru yang membuka rahasia-rahasia alam.الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمKemudian dengan ayat ini Allah menerangkan bahwa Dia menyediakan kalam sebagai alat untuk menulis, sehingga tulisan itu menjadi penghubung antar manusia walaupun mereka berjauhan tempat. sebagaimana mereka berhubungan dengan perantaraan lisan. Kalam sebagai benda padat yang tidak dapat bergerak dijadikan alat informasi dan komunikasi, maka apakah sulitnya bagi Allah menjadi Nabi-Nya sebagai manusia pilihan-Nya bisa membaca, berorientasi dan dapat pula mengajar.Allah menyatakan bahwa Dia menjadikan manusia dari ‘Alaq lalu diajarinya berkomunikasi dengan perantaraan kalam. Pernyataan ini menyatakan bahwa manusia diciptakan dari sesuatu bahan hina dengan melalui proses, sampai kepada kesempurnaan sebagai manusia sehingga dapat mengetahui segala rahasia sesuatu, maka seakan-akan dikatakan kepada mereka, “Perhatikanlah hai manusia bahwa engkau telah berubah dari tingkat yang paling rendah hingga tingkat yang paling mulia, hal mana tidak mungkin terjadi kecuali dengan kehendak Allah Yang Maha Kuasa dan Maha Bijaksana menciptakan segala sesuatu sesuai dengan kehendak-Nya.عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْKemudian dalam ayat ini Allah menambahkan keterangan tentang limpahan karunia-Nya yang tidak terhingga kepada manusia, bahwa Allah yang menjadikan Nabi-Nya yang tidak terhingga kepada manusia, bahwa Allah yang menjadikan Nabi-Nya pandai membaca. Dialah Tuhan yang mengajar manusia bermacam-macam ilmu pengetahuan yang bermanfaat baginya yang menyebabkan dia lebih utama dari pada binatang-binatang, sedangkan manusia pada permulaan hidupnya tidak mengetahui apa-apa. Oleh sebab itu apakah menjadi suatu keanehan bahwa Dia mengajar Nabi-Nya pandai membaca dan mengetahui bermacam-macam ilmu pengetahuan serta Nabi SAW. sanggup menerimanya.KAJIAN AYAT :Dari uraian tersebut diatas, terdapat empat pertanyaan yang dapat diajukan sehubungan dengan penurunan surat al-‘alaq ayat 1-5 yang merupakan wahyu pertama kepada Rasulullah SAW.- Pertama, kenapa digunakan lafal iqra’ untuk memerintahkan membaca, padahal di dalam tata bahasa Arab terdapat derivasi lain (seperti utlu/tilawah);– Kedua, diperintahkan untuk membaca tetapi tidak ditemukan informasi mengenai obyek yang akan dijadikan bahan bacaan;– Ketiga, kenapa perintah membaca perlu diulang sebanyak dua kali (ayat 1 dan 3); dan– Keempat, kenapa ajaran Islam diperkenalkan pertama kali dengan iqra’ bukan hal-hal yang langsung tentang ajarannya;Pertanyaaan pertama, sangat berhubungam dengan khazanah kekayaan sastra bahasa Arab sebagai bahasa al-quran. Satu pengertian dalam bahasa Arab sering ditemukan dalam bentukan kata yang berbeda. Masing-masing bentukan itu memiliki makna yang juga berbeda. Hal inilah yang menjadi keunggulan bahasa Arab dari bahasa lainnya. Para ahi sastra dan bahasa menyatakan kalau anda akan mengarang dan ingin karya tersebut dibaca oleh masyarakat seratus bahkan seribu tahun lagi maka gunakanlah bahasa Arab. Buktinya, kitab-kitab klasik di berbagai bidang ilmu yang dikarang ratusan tahun yang lalu masih digunakan sebagai referensi oleh para pakar saat ini, disebabkan bahasanya tahan uji dengan perjalanan waktu, tetap kaya makna bila dikaji, menakjubkan!Perintah membaca pada ayat tersebut menggunakan kata imperatif/amar (iqra’:bacalah olehmu) yang berasal dari akar kata qara’a. Bila dirujuk berbagai mu’jam/kamus bahasa, kata membaca yang berasal dari qara’a secara etimologi berarti mengumpulkan, karena proses yang dilakukan adalah mengumpulkan beberapa huruf lalu menjadi beberapa kata dan terangkai dalam untaian kalimat, setelah itu diucapkan. Berdasarkan pengertian mengumpulkan tersebut, perintah iqra mencakup makna yang sangat luas, yaitu: bacalah, pahamilah, tetilitilah, cermatilah, sampaikanlah, telaah-lah, dalami-lah, renungkanlah yang dilakukan secara tajam dan mendalam. Terjemahan “bacalah” dalam bahasa Indonesia sebenarnya “terlalu kurus” untuk memuat makna luas yang dimiliki kata “iqra’” tersebut.Dalam pengertian membaca lainnya juga digunakan kata tala-yatlu-tilawah. Pemakaian kata ini di dalam bahasa al-Quran bersifat khusus hanya kepada sesuatu yang sudah pasti, sesuatu yang benar dan bersumber dari Allah SWT. Seperti Q.S al-Baqarah:252, Q.S al-Maidah:27, menyatakan segala yang dibacakan (dengan akar kata tala-tilawah) adalah al-haq (informasi yang bersumber dari Allah SWT). Berbeda halnya dengan kata iqra’ digunakan untuk informasi yang bersumber dari Allah, manusia, alam, dan lainnya. Kata tala-tilawah juga digunakan untuk membaca sesuatu yang sudah pasti (kongkrit/teks) sedangkan kata qara’a-qiraah menjangkau pengertian yang sangat luas meliputi segala hal yang kongkrit dan abstrak, tajam dan mendalamdengan sasaran pemahaman terhadap berbagai hal. Di Indonesia dikenal musabaqah tilawatil quran bukan musabaqah qiraatil quran, karena kata qiraat sasarannya lebih luas dibandingkan tilawah.Pertanyaan kedua, ayat tersebut memerintahkan iqra’ yang berarti bacalah, telitilah, pahamilah, cermatilah, dalamilah, akan tetapi tidak dijelaskan apa yang mesti dibaca dan dipahami (objek iqra’). Dalam kaidah bahasa apabila suatu rangkaian kalimat tidak disebutkan objeknya, hanya disampaikan secara mutlak, berarti objeknya bersifat umum sejauh jangkauan kemutlakan “kata kunci”nya. Kata kunci yang dimaksud adalah “iqra” yang memiliki cakupan makna luas. Dalam hal ini bisa disimpulkan bahwa objek iqra’ pada ayat tersebut sangat umum dan luas.Yang dijelaskan di dalam ayat hanya gambaran tentang cara membaca yaitu bismi rabbika (dengan nama Tuhanmu). Ada dua kesimpulan cara membaca dalam hal ini, pertama melakukan kegiatan iqra’ dengan ikhlash ingin menggapai redha Allah karena hakekat ilmu adalah milik-Nya, dan materi-materi iqra’ tidak boleh bertentangan dengan aturan dan norma Allah.Dalam hal objek iqra’ ini, pakar tafsir Muhammad Abduh berpendapat bahwa objek yang harus dibaca adalah ayat-ayat Allah. Ayat-ayat Allah tersebut dapat dikategorikan dalam dua bentuk: pertama, ayat-ayat yang tertulis dan diturunkan yang dikenal dengan ayat munazzalah dan inilah wahyu yang diturunkan kepada Rasul berupa al-Quran dan Sunnah. Kedua, ayat-ayat yang tercipta yang dikenal dengan ayat kauniah berupa alam semesta serta segala isinya serta semua peristiwa yang terjadi di dalamnya. Dengan demikian setiap pencarian pemahaman dan penelitian teradap apa saja merupakan manifestasi perintah iqra yang dituju ayat. Tidak disebutkan objek dan batasan iqra’ mengisyaratkan betapa luasnya materi iqra’ yang sudah dipersiapkan Tuhan bagi manusia untuk dibedah dan digali setiap zaman.Pertanyaan ketiga, berhubungan dengan perulangan perintah iqra’ sebanyak dua kali ayat pertama dan ketiga yang memiliki keterkaitan yang erat. Pemahaman bahasa memberikan kesimpulan bahwa perulangan kata berarti menegaskan kata yang pertama atau menyatakan pengertian kata yang kedua berbeda dengan dengan yang pertama. Sehingga ayat ketiga dapat dipahami pengertiannya sebagai berikut:1. Teruslah membaca, niscaya Tuhanmu akan menganugerahkan ilmu pengetahuan yang selama ini belum pernah diketahui manusia;2. Bacalah, dan ulangilah membaca bacaan tersebut (walaupun objeknya sama), niscaya Tuhanmu akan memberikan anugrah-Nya dengan memberikan pemahaman yang baru yang belum diperoleh pada kegiatan iqra’ pertama.Pertanyaan keempat, berhubungan dengan perkenalan Islam terhadap umatnya diawali dengan perintah iqra’ (telitilah, bacalah, pahamilah, dan lainnya) bukan dengan prinsip atau pun ajaran-ajaran dogmatis. Tujuannya tidak lain adalah untuk menyentuh potensi-potensi yang dimilik oleh manusia seperti akal, kalbu, hawas (media indrawi) agar menemukan ayat-ayat Allah kapan dan dimanapun. Sehingga dengan penemuan pemahaman yang benar terhadap objek iqra’ tersebut akan menjadikan manusia mencari iman dan menerima Islam secara logis, argumentatif, kuat dan mendasar. Hal inilah yang dikhawatirkan oleh para pemikir di luar Islam bahwa apabila peradaban manusia makin maju maka konsep ajaran Islam akan semakin bersinar dan terbukti kebnenarannya. Beberapa tokoh cendikiawan abad modern ini telah menemukan pemahaman ayat-ayat Allah melalaui proses iqra’ tersebut, seperti Dr. Rosyad Khalifah, seorang doktor biokimia Mesir yang menetap di Amerika, Dr. Syauki al-Fataki, dokter di salah satu rumah sakit di kota Tokyo, Jepang, Dr. Murice Buchaille, ahli bedah di salah satu rumah sakit terbesar di kota Paris, Perancis. Pemahaman dan dan penelitian mendalam yang mereka lakukan berakhir dengan menemukan kebenaran Islam. Kemudian dengan Islam berbasis iqra’ yang selalu dikembangkan telah membawa ratusan ribu masyarakat lingkungan mereka juga memeluk agama IslamKESIMPULANSetelah ditinjau dari pengertian kata iqra’, objek kajiannya, pengulangan dalam redaksi ayat serta latar belakang pemilihan iqra’ sebagai ayat pertama turun, dapat disimpulkan, bahwa iqra’ adalah kata kunci untuk mencapai kesuksesan dan keberhasilan manusia menuju peradaban tinggi dan bermartabat. Sehingga tidak mengherankan apabila tuntutan pertama kepada umat Islam adalah iqra’, yang menyimpan dorongan kuat untuk menjadi umat terbaik dari segi peradaban, mulia dalam hal martabat, bertauhid dalam mengkaji ayat-ayat Ilahi.Perintah iqra’ juga memberi isyarat bahwa masyarakat yang maju dan berkembang adalah masyarakat yang memiliki nilai baca yang tinggi terhadap berbagai hal. Tidak dapat dibantah bahwa masyarakat modern saat ini diawali dengan proses iqra’. Semakin banyak kegiatan iqra’ akan selalu meciptakan peradaban baru dan kemajuan, begitu pula sebaliknya semakin sedikit intensitas iqra’ akan membawa kemiskinan peradaban, sulit untuk maju dan lamban menggapai perkembangan.Demikianlah, perintah membaca merupakan perintah yang paling berharga yang dapat diberikan kepada ummat manusia. Karena, membaca merupakan jalan yang mengantar manusia mencapai derajat kemanusiaannya yang sempurna. Sehingga, tidak berlebihan bila dikatakan bahwa membaca adalah syarat utama guna membangun peradaban. Dan bila diakui bahwa semakin luas pembacaan semakin tinggi peradaban, demikian pula sebaliknya. Maka, tidak mustahil jika pada suatu ketika, manusia akan didefinisikan sebagai ”Mahluk Membaca”, suatu definisi yang tidak kurang nilai kebenarannya dari definisi-definisi lainnya semacam mahluk social atau mahluk berpikir.Kata seorang filosof, orang yang selalu membaca ibarat minum air laut, semakin diminum akan semakin membuat kering kerongkongannya karena semakin banyak membaca akan merasakan kekurangan diri yang tidak sebanding dengan luasnya ayat-ayat Allah di alam jagad raya ini.

Sabtu, 04 April 2015

MAHASISWA BERJIWA UNGGUL



MAHASISWA BERJIWA UNGGUL

Mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi, atau kalau dalam bahasa inggrisnya di sebut dengan sebutan student.

            Bagi sebagian orang, kulya itu hanya ngabisin duit, nyusahin orang tua,toh kalau udah kulya masih tetap sama dengan orang yang enggak pernah kulya sekalipun bahkan lebih parahnya lagi orang yang udah kulya yang udah mendapat gelar sarjana justru bayak yang nganggur ,kalau kayak gini nih kata sebagian orang lebih baik setelah selesai SMA/MA kita langsung cari kerja aja, bisa lansung merantau, setelah itu buat rumah, beli motor, punya usaha dan pulang untuk menikah dan membangun usaha di rumah . ungkapan sebagian orang ini memang benar adanya lantas siapakah yang mau di salahkan mahasiswa atau memang pemerintahnya yang enggak mampu menciptakan lapangan pekerjaan buat para sarjana.

            Realita persaingan hidup yang semakin ketat pada masa-masa ini sudah banyak terlihat dan kita alami sendir,i fakta mengenai banyak sarjana yang menganggur sudah sering terdengar dan kita lihat sendiri , terkadang fakta dan realitas kehidupan ini membuat kita prustasi, dan membuat kita menjadi malas ngapa-ngapain. Kenyataan yang semacam ini bukanlah kesalahan pemerintah maupun mahasiswa, akan tetapi kenyataan yang semacam ini bukanlah hal yang pertama kali terjadi, melainkan kenyataan semacam ini sudah sering terjadi . yang perlu kita lakukan sebagai mahasiswa ialah  menjadi mahasiswa yang pembelajar dan optimis dengan masa depan apa lagi masa depan itu adalah misterius problemmaka dari itu kita selaku mahasiswa ,terlebih lagi kita selaku ummat muslim , ummat yang unggul di bandingkan ummat yang lain hendaklah menyadari hal tersebu, Serta yakinlah bahwa kita adalah mahasiswayang berjiwa unggul.

            Mahasiswa yang hanya datang , duduk nunggu dosen ,saling liat dengan kawan kalau enggak ada dosen, udah pada kompak untuk pulang. Datang ke kampus bukannya menambah wawasan malah menambah masalah bagi dirinya sendiri yang nantinya setelah wisuda mengatakan setelah wisuda mau adi apa? Dan mau ngapain? Mau ngajar kemampuan ngar masih sangat minim ,karna memang di masa kulya hanya main-main dan tidak serius dalam belajar. Maka di sanalah tempatnya timbul penyesalan yang sangat mendalam bagi dirinya , sehingga tidak jarang sarjana yang seperti ini banyak yang menganggur seperti kata sebagian orang tadi.

Beda lagi dengan Mahasiswa yang memang menyadari bahwa dirinya adalah mahasiswa yang unggul tentu saja dia akan melakukan percepatan diri di mana waktu yang 24 jam sama-sama di berikan Allah kepadanya dan juga di berikan kepada mahasiswa yang lain namun yang membedakannya ialah isi dari waktu yang sama itu sendiri, maka mahasiswa yang seperti ini tentu akan megisi waktu kosong ketika dosen enggak ada tentu dia akan belajar sendiri dengan membaca buku pelajaran , buku motivasi , atau yang lebih keren lagi membaca Al-Quran kalau enggak berdiskusi dengan teman  , mungkin bosan belajar sendiri maka dia akan mengisi waktunya dengan mengikuti kajian-kajian yang lebih bermanfaat bagi dirinya dan masa depannya.

  Mahasiswa yang berjiwa unggul sudah barang tentu akan bergaul dengan orang-orang yang baik dan selalu ikut serta dalam lingungan yang unggul. Adapun cara dalam kita mencari teman yang baik ialah:

·         Berteman dengan orang yang sekaligus bisa menjadi guru bagi kita yang mampu mengajarkan kita tentang suatu ilmu yang bisa mendekatkan kita kepada Allah Swt dan mampu mengajarkan kita disiplin ilmu yang lain yang bermanfaat bagi kita pada masa ini dan bermanfaat pada masa yang akan datang

·         Berteman dengan orang yang tidak bisa menjadi guru bagi kita akan tetapi dia punya rasa ingin tahu yang tinggi tentang suatu kebaikan yang bisa mendekatkannya dengan Allah Swt dengan modal aktif bertanya kepada kita.

·         Berteman dengan orang yang tidak bisa menjadi guru bagi kita, dan tidk aktif bertanya tentang suatu ilmu kepada kita akan tetapi dia senang ikut dengan kita dalam kebaikan maka orang yang seperti ini boleh di jadaikan  sebagai teman

·         Berteman dengan orang yang tidak bisa menjadi guru bagi kita , tdidak aktif bertanya tentang suatu ilmu dan tidak juga ikut serta dengan kita dalam kebaikan akan tetapi dia tidak mengganggu kita maka inilah kriteria yang paling rendah yang bisa di adikan sebagai teman. So jadikanlah dia sebagai teman .

  Mahasiswa yang berjiwa unggul akan selalu bersaing secara fositif  maksudnya ialah mahasiswa yang menyadari bahwa dirinya adalah mahasisa yang unggul tentu dia tidak akan bersaing dengan lawan yang rendah melainkan siap bersaing dengan mahasisa yang unggul , karena mahasiswa yang bersaing dengan cara tidak sehat bukanlah termasuk mahasiswa yang berjiwa unggul.mahasiswa yang bersaing secara tidak sehat tentu akan timbul dalam dirinya sifat dengki. Sedangkan dengki ialah bahagia melihat lawan/teman menjadi susah dan gelisah melihat lawan/teman menjadi bahagia, serta kebiasaan orang dengki ialah menginginkan yang lebih dari teman dan menginginkan nikmat yang ada pada teman itu hilang.

Mahasiswa yang berjiwa unggul senantiasa membangun sinerji maksudnya ialah mahasiswa yang berjiwa unggul selalu gemar,senang, untuk menghargai teman ,lawan,dan mahasiswa yang unggul ,serta mahasiswa yang berjiwa unggul akan meujudkan kegembiraannya dengan berkumpul, bermusyawarah, berdiskusi, dan membiasakan diri untuk belajar bersama untuk mencapai kesuksesan / keunggulan secara bersama-sama. 

      Nah mahasiswa yang kayak gini nih yang nantinya  jadi orang sukses ,dan mahasiswa yang kayak gini nih yang menjadi harapan dosen, harapan orang tua dan juga harapan masyaraka, yang masa kulyanya di habiskan untuk belajar-belajar dan belajar serta mengisi waktu luang dengan hal-hal yang bermanfaat dan semua persoalan mau jadi apa nanti, ia serahkan semuanya kepada Allah swt, terserah Allah mau jadikan ia apa nantinya .